Oleh : Andi Miftahul Farid, S.T., M.Ec.Dev
(Analis Kebijakan Ahli Madya)
Pidato Ketua Umum Dewan Pengurus KORPRI Nasional yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Natuna dalam Upacara Peringatan HUT ke-54 KORPRI Tahun 2025 menegaskan kembali jati diri ASN sebagai penggerak pelayanan publik, perekat bangsa, dan penjaga integritas birokrasi. Di berbagai bagian, sambutan ini berhasil menggugah semangat moralitas dan loyalitas ASN, sejalan dengan semangat Core Values ASN BerAKHLAK. Sikap integritas, netralitas, disiplin, serta dedikasi yang ditekankan dalam pidato merupakan fondasi etis penting bagi aparatur negara. Jika dicermati lebih dalam, terlihat bahwa pesan-pesan dalam pidato ini masih didominasi oleh aspek moral dan ideologis, sementara agenda transformasi ASN di era digital—yang seharusnya menjadi isu utama saat ini—belum dibahas secara komprehensif dan operasional.
Penekanan terhadap nilai-nilai netralitas dan persatuan memang relevan dengan nilai Loyal, Akuntabel, dan Berorientasi Pelayanan dalam BerAKHLAK. Namun pesan moral tersebut tidak diikuti dengan gambaran konkret mengenai bagaimana nilai-nilai itu diterjemahkan dalam praktik digital governance yang modern. Di tengah dinamika digitalisasi birokrasi, integritas ASN tidak cukup hanya diwujudkan melalui ajakan moral, tetapi memerlukan perangkat tata kelola berbasis data, teknologi audit digital, peningkatan literasi digital, dan sistem pengawasan berbasis transparansi publik. Rangkaian mekanisme seperti inilah yang tidak muncul dalam pidato, sehingga pesan integritas dan akuntabilitas tampak normatif tanpa diperkaya kerangka teknis yang membuatnya dapat dijalankan di era disrupsi digital.
Pidato ini memang menyebut pentingnya transformasi digital, namun penyampaian tersebut cenderung bersifat deklaratif dan tidak menggambarkan strategi yang diperlukan untuk mengubah birokrasi menjadi digital-first bureaucracy. Tidak ada penjelasan mengenai kebutuhan reskilling ASN, standar kompetensi digital, atau peran KORPRI sebagai motor peningkatan kapasitas literasi teknologi. Tantangan terbesar ASN saat ini justru berada pada kemampuan adaptasi terhadap teknologi: penggunaan kecerdasan buatan dalam pelayanan, peningkatan keamanan siber, pemanfaatan data terpadu, sampai pada kemampuan membaca dan mengelola analitik publik. Dalam konteks Core Values ASN, aspek Adaptif, Kompeten, dan Kolaboratif justru merupakan bagian yang paling penting untuk dikuatkan, tetapi dalam sambutan ini justru menjadi bagian yang paling lemah atau bahkan tidak tergambarkan.
Kebutuhan mendesak ASN untuk bersiap menghadapi otomatisasi pekerjaan administratif, integrasi layanan digital lintas sektor, serta transformasi GovTech nasional juga tidak diangkat secara mendalam. Hal ini mengakibatkan pidato terasa masih berorientasi pada paradigma lama birokrasi yang menekankan ketertiban dan loyalitas, namun belum sepenuhnya menangkap urgensi perubahan struktural dari birokrasi manual menuju birokrasi digital. Bagian pidato yang menyinggung besarnya tanggung jawab ASN dalam mengelola APBN dan APBD, tidak ada penegasan mengenai penggunaan teknologi transparansi anggaran, analitik deteksi kebocoran anggaran, atau sistem pengawasan digital berbasis open data. Padahal justru inovasi fiskal berbasis teknologi inilah yang dibutuhkan untuk memastikan akuntabilitas anggaran di era modern.
Pidato juga menghubungkan transformasi ASN dengan hadirnya UU 20/2023 sebagai pembaruan regulasi. Namun sambutan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk menguraikan bagaimana UU tersebut akan mendorong digitalisasi manajemen talenta ASN, reformasi sistem karier, atau percepatan birokrasi adaptif. UU ASN yang baru menuntut kinerja berbasis data, pemetaan talenta secara digital, dan penyederhanaan prosedur melalui teknologi—tetapi aspek-aspek ini luput dari penjabaran, sehingga reformasi birokrasi terlihat hanya sebagai penegasan moral, bukan transformasi struktural.
Dengan demikian, meskipun pidato ini memiliki kekuatan retoris dalam membangkitkan semangat persatuan, nilai kebangsaan, dan integritas, ia belum sepenuhnya menjawab kebutuhan mendesak ASN untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan digital. KORPRI digambarkan sebagai rumah besar ASN, tetapi gambaran tentang rumah modern yang berdaya saing digital, berbasis data, dan inovatif belum tampak jelas. Pidato menempatkan KORPRI sebagai perekat bangsa, namun belum menempatkannya sebagai motor utama inovasi digital dalam pelayanan publik. Akibatnya, pesan-pesan moral yang kuat tidak diimbangi dengan visi teknokratis yang dapat menggerakkan birokrasi menuju Indonesia Maju 2045 dalam lanskap digital global.
Secara keseluruhan, sambutan ini memberi inspirasi dalam hal loyalitas dan penguatan nilai-nilai BerAKHLAK, namun masih membutuhkan kedalaman pada aspek kompetensi digital, kepemimpinan inovasi, serta agenda transformasi birokrasi berbasis teknologi. Tanpa itu, risiko terbesar adalah KORPRI tetap menjadi simbol persatuan birokrasi, tetapi tidak menjadi penggerak perubahan yang mampu membawa ASN menyesuaikan diri dengan tantangan era digital yang makin cepat, kompleks, dan disruptif.
Leave a Reply