Oleh : Andi Miftahul Farid, S.T., M.Ec.Dev
(Analis Kebijakan Ahli Madya)
Pidato Gubernur Kepulauan Riau pada peringatan Hari Jadi ke-23 tahun 2025 yang dibacakan oleh seluruh kepala daerah di wilayah Kepulauan Riau memaparkan sejumlah capaian pembangunan yang cukup impresif, baik di tingkat regional maupun nasional. Kepri berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Sumatera, IPM yang menempati peringkat tiga besar nasional, serta angka kemiskinan yang terendah di kawasan Sumatera. Capaian ini perlu dicermati secara kritis untuk memastikan bahwa keberhasilan yang ditunjukkan oleh indikator makro benar-benar berbanding lurus dengan kualitas hidup masyarakat secara merata.
Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Sektoral
Pertumbuhan ekonomi Kepri sebesar 7,14% pada Triwulan II 2025 merupakan capaian yang signifikan, menempatkan Kepri pada peringkat ketiga tertinggi nasional. Meski demikian, persoalan yang mengemuka adalah ketimpangan struktural. Pertumbuhan lebih banyak terkonsentrasi di Batam sebagai pusat industri dan ekspor, sementara daerah hinterland seperti Lingga, Natuna, atau Anambas belum sepenuhnya menikmati manfaat pembangunan. Struktur ekonomi yang masih bertumpu pada industri pengolahan berbasis ekspor juga menghadapi kerentanan eksternal, terutama jika terjadi gejolak global. Diversifikasi sektor ekonomi menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Indeks Pembangunan Manusia dan Kualitas SDM
Peningkatan IPM Kepri menjadi 79,89 poin pada 2024 merupakan pencapaian membanggakan. Namun, rata-rata lama sekolah yang baru mencapai 10,5 tahun menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk hanya mengenyam pendidikan hingga jenjang SMA. Hal ini mengindikasikan keterbatasan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang siap bersaing pada era industri 4.0 dan ekonomi digital. Di samping itu, pemerataan kualitas pendidikan antar pulau masih menjadi tantangan besar mengingat kondisi geografis Kepri sebagai provinsi kepulauan.
Penurunan Kemiskinan dan Ketimpangan
Angka kemiskinan Kepri berhasil ditekan menjadi 4,44% pada Maret 2025, terendah di area Sumatera. Meski demikian, pertanyaan penting adalah apakah penurunan ini bersifat struktural atau sekadar hasil dari intervensi sementara seperti bantuan sosial. Di sisi lain, gini ratio atau ukuran ketimpangan tidak disebutkan dalam pidato, padahal kesenjangan pendapatan berpotensi tetap melebar meskipun angka kemiskinan turun. Fenomena “kemiskinan semu” juga perlu diantisipasi, di mana masyarakat yang keluar dari garis kemiskinan masih rentan jatuh kembali akibat guncangan ekonomi.
Dimensi Sosial, Gender, dan Kebahagiaan
Kepri menunjukkan capaian positif dalam indeks kerukunan umat beragama (82,21 poin, konsisten tiga tahun berturut-turut di tiga besar nasional) serta indeks ketimpangan gender (0,309, terendah di Sumatera). Hal ini mencerminkan stabilitas sosial dan komitmen pada kesetaraan gender. Meski demikian, partisipasi perempuan dalam sektor strategis seperti politik, bisnis, dan sains-teknologi masih perlu diperluas. Demikian pula, indeks kebahagiaan sebesar 74,78 poin yang relatif tinggi harus dibaca dengan hati-hati, karena masih ada masyarakat di pulau-pulau kecil yang menghadapi keterbatasan akses listrik, internet, layanan kesehatan, dan pendidikan.
Tata Kelola dan Pencegahan Korupsi
Capaian Kepri sebagai provinsi dengan nilai Monitoring Center for Prevention (MCP) peringkat ketiga nasional merupakan indikator positif dalam pencegahan korupsi. Namun, keberhasilan ini harus dijaga melalui penguatan transparansi anggaran, digitalisasi birokrasi, serta partisipasi publik dalam pengawasan. Pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa capaian administratif tidak selalu sejalan dengan persepsi masyarakat terhadap praktik korupsi sehari-hari.
Tantangan ke Depan
Ada beberapa tantangan strategis yang harus menjadi fokus pembangunan Kepri ke depan. Pertama, menjaga agar pertumbuhan ekonomi bersifat inklusif, tidak hanya terpusat di Batam tetapi juga mengangkat kesejahteraan masyarakat pulau-pulau terluar. Kedua, memastikan pemerataan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, listrik, dan internet di seluruh wilayah. Ketiga, meningkatkan kualitas SDM agar mampu bersaing dalam ekonomi global yang berbasis pengetahuan. Keempat, mengendalikan kemiskinan struktural dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja produktif, bukan sekadar intervensi bantuan sosial. Kelima, menjaga ketahanan sosial dan kerukunan di tengah dinamika politik serta arus globalisasi yang dapat memicu polarisasi. Keenam, memperkuat tata kelola pemerintahan untuk meminimalkan potensi korupsi. Dan ketujuh, mengintegrasikan agenda pembangunan dengan mitigasi perubahan iklim, mengingat Kepri sebagai provinsi kepulauan sangat rentan terhadap dampak krisis iklim.
Penutup
Pidato Gubernur Kepri menunjukkan sederet capaian membanggakan di berbagai indikator pembangunan. Namun, capaian tersebut baru menjadi fondasi awal. Tantangan yang kompleks menuntut adanya strategi pembangunan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan adaptif terhadap dinamika global. Kepri perlu memastikan bahwa keberhasilan makroekonomi benar-benar berdampak nyata bagi seluruh masyarakat hingga ke pulau-pulau terluar, sehingga visi “Terwujudnya Kepulauan Riau yang Makmur, Berdaya Saing dan Berbudaya” dapat diwujudkan secara utuh.
Leave a Reply